Menu

Wednesday, 1 January 2014

Tokoh Tokoh Aliran Mu'tazilah dan Pendangnya



Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan Pandanganya
Aliran Mu’tazilah telah melahirkan pemuka dan tokoh-tokoh penting,
  Wasil bin Atha (80-131 H/699-748 M),
Wasil bin Atha’ Al-Ghazal terkenal sebagai pendiri aliran Mu’tazilah, sekaligus sebagai pemimpinya yang pertama. Dan dia juga terkenal sebagai orang yang meletakan prinsip pemikiran Mu’tazilah yang rasional.
orang pertama yang meletakan kerangka dasar ajaran Mu’tazilah. Ajaran pokok yang dicetuskannya ada tiga yaitu, faham al-Manzilah bain al-Manzilatain, faham Qodariah yang diambil dari Ma’bad dan Gailan, dan faham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran pokok itu kemudian menjadi doktrin Mu’tazilah, yakni al-Manzilah bain al-Manzilatain dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan PemikirannyaAbu Huzail al-Allaf (135-235 H),
Nama lengkapnya adalah Abdul Huzail Muhammad Abu Al-Huzail Al-Allaf. Ia sebagai pemimpin Mu’tazilah yang kedua di Basrah. Ia banyak mempelajari filsafat Yunani. Pengetahuanya tentang filsafat memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah secara teratur. Pengetahuanya tentangg logika, membuat Ia menjadi ahli debat. Lawan-lawanya dari golongan zindiq, dari kalangan majusi, Zoroaster, dan atheis tak mampu membantah argumentasinya. Menurut riwayat, 3000 orang masuk islam di tanganya. Puncak kebesaranya di capai pada masa khalifah Al-Makmun, karena khalifah ini pernah menjadi muridnya.Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan Pemikirannya
  
Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan PemikirannyaBisyir Al-Mu’tamir (wafat 226 H)
Ia adalah pemimpin Mu’tazilah di Baghdad. Pandanganya yang luas mengenahi kasusastraan menimbulkan dugaan bahwa ia adalah orang yang pertama menyusun Ilmu Balaghah. Ia adalah seorang tokoh aliran ini yang membahas konsep tawallud (reproduction) yaitu batas-batas pertanggung jawaban manusia atas perbuatanya. Ia mempunyai murid-murid yang besar pengaruhnya dalam penyebaran paham Mu’tazilah, khususnya di Baghdad. Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan Pemikirannya
 An-Nazzam (183-231 H)
Ia adalah murid Abul Huzail Al-Allaf. Ia juga bergaul dengan para filosof. Pendapatnya banyak berbeda dengan aliran Mu’tazilah lainya. Dia memiliki ketajaman berfikir yang luar biasa, antara lain tentang metode keraguan dan metode empirika yang merupakan cikal bakal renainssance (pembaharuan) Eropa.
Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (w. 869),
Dia adalah pencetus faham naturalisme atau kepercayaan akan hukum alam yang oleh kaum Mu’tazilah disebut sunnah Allah. Ia antara lain menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, melainkan ada pengaruh hukum alam.
 Al-Jubba’i (w. 302 H)
Nama Al-Jubba’I di ambil dari mana tempat kelahiranya, yaitu suatu tempat bernama Jubba, di provinsi CHuzestan-Iran. Dia adalah guru imam Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran Asy’ariyah. Ketiaka Al-Asy’ari keluar dari barisan Mu’tazilah dan menyerang pendapatnya, Ia membalas serangan Asy’ari tersebut. Pikiran-pikiranya tentang tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil oleh Az-Zamakhsyari. Dia dan anaknya yaitu Abu Hasyim Al-Jubba’I mencerminkan akhir kejayaan aliran Mu’tazilah.
Pendapatnya yang mashur yaitu tentang kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai kalam Allah SWT, ia sependapat dengan an-Nazzam. Mengenai Sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui berarti Dia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Tentang kewajiban manusia, ia membaginya kedalam dua kelompok yaitu kewajiban-kewajiban yang diketahui oleh manusia melalui akalnya (wajibah ‘aqliyah) dan kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wajibah syar’iah). Sementara itu, daya akal menurut al-Jubba’i sangat besar. Dengan akalnya, manusia dapat mengetahui adanya Tuhan serta kewajiban bersyukur kepada-Nya. Akal manusia selanjutnya dapat mengetahui  yang baik dan yang buruk serta mengetahui kewajiban berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk. Pendapat ini menjadi ajaran Mu’tazilah yang penting.
Mu’ammar bin Abbad,
Dia adalah pendiri Mu’tazilah aliran Baghdad. Pendapatnya yang penting yaitu tentang kepercayaan pada hukum alam, sama dengan pendapat al-Jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi, sementara al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam. Contohnya, jika sebuah batu dilempar kedalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.
Bisyr al-Mu’tamir (w. 210 H),
Ajarannya yang penting menyangkut pertanggungjawaban perbuatan manusia. Baginya, anak kecil tidak diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya diakhirat kelak karena ia belum mukalaf. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda, meskipun ia telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu.
Abu Musa al-Mudrar (w. 226 H),
Dia dianggap pemimpin Mu’tazilah yang ekstrim karena pendapatnya yang mudah mengkafirkan orang lain. Menurut Syahrastani, menuduh kafir semua orang yang mempercayai keqadiman al-Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala akhirat.
Hisyam bin Amr al-Fuwati,
Dia berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada wujudnya sekarang. Alasan yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang memasuki surga dan neraka.
Sumamah bin Asyras (w. 213 H),
Dia berpendapat bahwa manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya karena dalam dirinya telah tersedia daya untuk berbuat. Tentang daya akal, ia berkesimpulan bahwa akal manusia sebelum turunnya wahyu dapat mengetahui adanya Tuhan dan mengetahui perbuatan baik dan perbuatan buruk, wahyu turun untuk memberikan konfirmasi.
Abu al-Hussain al-Khayyat (w. 300 H),
Dia memberikan penafsiran yang berbeda dengan pemuka Mu’tazilah lainnya tentang peniadaan sifat-sifat Tuhan. Ia berpendapat bahwa jika Tuhan dikatakan berkehendak, maka kehendak Tuhan itu bukanlah sifat yang melekat pada zat Tuhan dan bukan pula diwujudkan melalu zat-Nya. Jadi, kehendak Tuhan itu bukan zat-Nya, melainkan diinterpretasikan dengan Tuhan mengetahui dan berkuasa mewujudkan perbuatan-Nya sesuai dengan Pengetahuan-Nya.
 Al-Qadhi Abdul Jabbar (w. 1024 H)
Ia dia angkat sebagi hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar adalah tentang ulasan pokok-pokok ajaran Mu’tazilah. Karangan tersebut demikian luas dan amat mendalam yang ia namakan Al-Mughni. Kitab ini begitu besar, satu kitab yang terdiri lebih dari (15) lima belas jilid. Dia termasuk tokoh yang hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah namun Ia mampu berprestasi baik dalam bidang keilmuan maupun dalam jabatan kenegaraan.
Az-Zamakhsyari (467-538 H).
Ia dilahirkan di desa Zamakhsyar, Khawarizm, Iran. Sebutan Jarullah artinya adalah tetangga Allah, karena beliau lama tinggal di mekah, dekat ka’bah. Ia terkenal sebagai tokoh dalam Ilmu Tafsir, nahwu, dan paramasastra. Dalam karanganya Ia terang-terangan menonjolkan faham Mu’tazilah. Misalnya dalam kitab tafsir Al-Kassyaf, ia berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur,an berdasarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah, terutama lima prinsip ajaranya yang akan di uraikan pada Sub-Bab berikutnya. Selain itu kitab Al-Kassyaf diuraikan dalam ilmu balaghah yang tinggi, sehingga para mufassirin banyak yang menggunakanya hingga saat ini.

No comments:

Post a Comment