I.
PENDAHULUAN
Al-
Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan
menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan
risalah-Nya. Al- Qur’an juga memberitahukan hal atau peristiwa yang telah lalu,
kejadian-kejadian sekarang atau serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar
Al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para
sahabat bersama Rasulullah SAW telah menyaksikan banyak peristiwa khusus yang
memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu. Maka
Al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk menjawab pertanyaan yang
muncul.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah pengertian Asbab Al-Nuzul
dan Ilmu Asbab Al-Nuzul?
B.
Apakah macam-macam Sabab Al-Nuzul
dan contohnya?
C.
Apakah pentingnya mengetahui Asbab
Al-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an?
D.
Apakah kaidah menetapkan hukum
dikaitkan dengan Asbab Al-Nuzul?
E.
Apakah manfaat mengetahui Asbab Al-Nuzul
dalam pendidikan dan pengajaran?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab Al-Nuzul
Kata “Asbab al-Nuzul” merupakan bentuk idhafah
dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab
an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun
segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut asbab
an-nuzul, dalam pemakaiannya ungkapan asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk
menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya
asbab al-wurud secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya
Hadist.[1]
Banyak pengertian secara terminologi
yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya:
·
Menurut Az-Zarqani:
“Asbab
an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan
turunnya ayat Al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi”.
·
Ash-Shabuni:
“Asbab
an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut,
baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama”.
·
Mana’ Al-Qaththan:
“Asbab
an-nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an, berkenaan
dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa
pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
· Subhi Al-Shalih
“Asbab an-nuzul adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu
ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban
terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab
tersebut”.[2]
Definisi tersebut diatas memberikan pengertian bahwa sebab turunnya suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa
dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Sebab-sebab turunya ayat dalam bentuk peristiwa
ada tiga macam. Pertama, peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan
antara suku Aus dan suku Khazraj. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik yang
ditiupkan oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka berteriak: “senjata,
senjata”. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya ayat:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
bÎ)
(#qãèÏÜè?
$Z)Ìsù
z`ÏiB
tûïÏ%©!$#
(#qè?ré&
|=»tGÅ3ø9$#
Nä.rãt
y֏t/
öNä3ÏZ»oÿÎ)
tûïÌÏÿ»x.
ÇÊÉÉÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya
mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman”( Ali Imran:100)
Kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti peristiwa
seseorang yang mengimami shalat dengan mabuk sehingga ia bersalah membaca surat
Al-Kafirun. Ia baca
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ I ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ
Dengan tanpa w pada ßç6ôãr&w. Peristiwa ini menyebabkan
turunnya ayat:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß 4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s? ....
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan....( An-Nissa: 43)
Ketiga, peristiwa ini berupa cita-cita dan keinginan,
seperti persesuaian-persesuaian (muwafakat) Umar bin Khatab dengan ketentuan ayat-ayat
Al-Qur’an. Ada beberapa harapan Umar
yang dikemukakan kepada nabi Muhammad. kemudian turun ayat-ayat yang yang
kandungannya sesuai dengan harapan-harapan Umar. Imam Al-Bukhari meriwayatkan
dari Annas ra, bahwa Umar berkata:” Aku sepakat dengan Tuhanku :“Aku katakan
kepada Rasul, bagaimana sekiranya kita jadikan Makam Ibrahim tempat shalat.
maka turunlah ayat:
وا تخذوا من مقا م ا بر هيم
مصلي
Adapun sebab- sebab turunnya ayat yang dalam bentuk
pertanyaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam. Pertama, pertanyaan yang
berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti ayat:
tRqè=t«ó¡our `tã Ï Èû÷ütRös)ø9$# ( ....
Artinya: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
Dzulkarnain......” ( Al-Kahfi: 83).
Kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu
yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti ayat:
tRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ÌøBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# wÎ) WxÎ=s% ÇÑÎÈ
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (Al-Isra: 85)
Ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan masa
yang akan datang, seperti ayat:
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$r& $yg9yöãB ÇÍËÈ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang hari kiamat,
kapankah terjadinya? (An-Nazi’at: 42)
Ketika Rasulullah SAW ditanya oleh kaum Quraisy tentang
ruh, ashabul kahfi, dan zulkarnain Rasulullah menjawab ”Besok akan
kuberitahukan kepadamu” tanpa mengucapkan انشاء الله ternyata wahyu
terlambat turun sehingga Rasul merasa kesulitan. Kemudian turunlah
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Allah berfirman:
wur £`s9qà)s? >äô($t±Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã$sù Ï9ºs #´xî ÇËÌÈ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ä.ø$#ur /§ #sÎ) |MÅ¡nS ö@è%ur #Ó|¤tã br& Ç`tÏôgt În1u z>tø%L{ ô`ÏB #x»yd #Yx©u ÇËÍÈ
Artinya: Dan jangan
sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan
mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah"
dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan
Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada
ini".
( QS. Al-Kahfi: 23-24).
Sekalipun ayat-ayat itu
menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang terjadi di
masa lalu atau yang akan datang, namun kisah-kisah dan hal-hal hari kiamat itu
bukan sebab turunya ayat tersebut. Sebab, ayat-ayat ini diturunkan untuk
menjadi pelajaran dan cermin perbandingan bagi umat yang membaca atau
mendengarnya, dan bukan diturunkan sehubungan dengan peristiwa itu berlangsung
atau pertanyaan yang sedang dihadapi Rasulullah SAW.[3]
B. Macam-macam Sebab al-Nuzul dan contohnya
Dari segi
jumlah sebab dan ayat yang turun, sebab Al-Nuzul dapat dibagi kepada Ta’addud
Al-Asbab Wa Al Nazil Wahid( sebab turunnya lebih dari satu dan ini
persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu),
Ta’addud Al-Nazil Wa Al-Sabab Wahid( ini persoalan yang terkandung dalam ayat
atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu).
Ada empat
bentuk periwayatan Al-Qur’an. Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan
lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih, akan tetapi salah satunya mempunyai
penguat ( murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama
tidak mepunyai penguat (murajjih), akan tetapi keduanya dapat diambil
sekaligus. Keempat, keduanya
shahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil
keduanya sekaligus.
Bentuk pertama dapat diselesaikan dengan jalan
memilih riwayat yang shahih dan menolak yang tidak shahih. Misalnya, perbedaan
yang terjadi antara riwayat Bukhari dan Muslim dan lainnya dari satu pihak dan
riwayat At-Tabrani dan Ibnu Abi Syaibah di pihak lain. Bukhari, Muslim dan
lainnya meriwayatkan dari Jundab. Ia( Jundab) berkata: “Nabi SAW kesakitan
sehingga ia tidak bangun satu atau dua malam. Seorang perempuan datang kepadanya
dan berkata: “ Hai Muhammad, saya tidak melihat setanmu kecuali ia telah
meninggalkanmu”, maka Allah menurunkan ayat:
4ÓyÕÒ9$#ur ÇÊÈ È@ø©9$#ur #sÎ) 4ÓyÖy ÇËÈ $tB y7tã¨ur y7/u $tBur 4n?s% ÇÌÈ
Maksudnya: ketika Turunnya wahyu kepada nabi
Muhammad SAW terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata:
"Tuhannya (Muhammad) Telah meninggalkannya dan benci kepadanya". Maka
turunlah ayat Ini untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu.
AI-Thabrani dan ibnu Abi Syaibah meriwayatkan
dari Hafsh bin Maisarah dari ibunya, dari
ibunya (Neneknya dari Ibu) dan ibunya ini pembantu Rasul SAW: “Sesungguhnya
seekor anak anjing rnemasuki rumah Nabi SAW anak anjing itu masuk ke bawah tempat
tidur dan mati, maka selama empat hari Nabi SAW tidak dituruni wahyu.
Dalam hal demikiain menurut Al-Zarqani, kita mendahulukan
riwayat yang pertama dalam menerangkan sebab turunnya avat tersebut karena
kesahihan riwayatnya dan tidak riwayat yang kedua. Sebab, dalam sanad riwayat
kedua terdapat periwayat yang tidak dikenal.
Bentuk kedua ialah keduanya Sahih”. Akan
tetapi, salah satu di diantaranya mempunyai penguat (murajiih). Penyelesaiannya
adalah dengan cara mengambil yang kuat murajjihnya. Misalnya hadis yang diriwayatkan
Al-Bukhari dan Ibnu Mas’ud. Ia (Ibnu
Mas’ud) berkata: “Saya berjalan bersama Nabi SAW di Madinah dan Ia (Nabi) bertongkatkan
pelepah kurma. Ia melewati sekelompok orang Yahudi. Mereka berkata kepada
sebagian yang Iainnya: “Coba kamu tanya dia”, maka mereka berkata: “Ceritakan
kepada kami tentang ruh”. Nabi terhenti sejenak dan kemudian ia mengangkatkan
kepalanya. Saya pun mengerti bahwa Ia dituruni wahyu hingga wahvu itu naik.
Kemidian
ia berkata:
قل الروح
من امر ر بي و ما او تيتم من العام الا قليلا
At-Tirmidzi meriwayatkan hadis yang disahikannya dari Ibnu Abbas.
Ia (Ibnu Abbas) berkata: “Orang-orang Quraisy’ berkata kepada orang-orang
Yahudi. “Berikanlah
kepada kami sesuatu yang akan kami
pertanyakan kepada orang ini (Nabi)”. Mereka berkata “Tanyakanlah kepadanya
tentang ruh.
Menurut As-Suyuti dan A1-Zarqani, riwayat yang
kedua ini menujukkan bahwa ayat tersebut turun di Mekkah dan sebab turunnya adalah
pertanyaan kaum Quraiy. Sedangkan riwayat yang pertama jelas menunjukkan turunnya
di Madinah karena sebab turunnva adalah pertanyaan orang-orang Yahudi. Riwayat
yang pertamaa ini
lebih kuat dari yang kedua.
Bentuk ketiga adalah kesahihan dua riwayat itu
sama dan tidak ditemukan penguat (murajjih) bagi salah satu keduanya.
Akan tetapi, keduanya dapat dikopromikan. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh A1-Bukhari
dari Ibnu Abbas. Bahwa
Hilal bin Umayah
menuduh isterinya berbuat mesum (qazf) di sisi Nabi dengan Syarik bin
Samha.
Nabi berkata: “Bukti atau
hukuman (had) atas pundakmu”. Ia berkata:
“Hai
Rasulullah, jika
seseorang dari kami mendapati seorang laki-laki bersama isterinva dia harus pergi
mencari bukti?” Menurut satu riwayat, ia
berkata: “Demi
Tuhan yang membangkitkanmu
dengan kebenaran, sesungguhnya saya benar, dan sesungguhnya Allah akan
menurunkan sesuatu (ayat) yang akan membebaskan pundak saya dari hukuman (had).
Maka Jibrl pun turun dan menurunkan atas (Nabi):
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt öNßgy_ºurør& óOs9ur `ä3t öNçl°; âä!#ypkà HwÎ) öNßgÝ¡àÿRr& äoy»ygt±sù óOÏdÏtnr& ßìt/ör& ¤Nºy»uhx© «!$$Î/ ¼çm¯RÎ) z`ÏJs9 úüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÏÈ
Artinya:
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka
tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian
orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar. (An-Nur:6).
Sementara itu, AI-Bukhari dan Muslim (lafal
Al-Bukhari) rneriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Uwaimir datang kepada Ashim
bin Adiy yang adalah pemimpin Bani Ajlan
seraya berkata: “Bagaimana pendapat kamu tentang seseorang yang menemukan isterinya
bersama laki-lak lain, Apakah ia bunuh laki-laki itu maka kamu pun membunuhnya,
atau bagaimanakah ia bertindak?”. Tanyakanah
untuk saya hal yang demikian kepada Rasul SAW. Rasul berkata: “Allah telah
menurunkan Al-Quran tentang engkau dan temanmu (isterimu)”. Rasul memerintahkan
keduanya untuk melakukan
Mula’anah sehingga Uwaimir melakukan Li’an terhadap isterinya.
Kedua riwayat ini sahih dan tidak ada penguat (murajjih)
bagi salah satu keduanya atas lainnya. Maka, tidak terdapat kesulitan untuk
menjadikan kedua-duanya sebagai sebab turun ayat tersebut karena waktu
peristiwanya berhampiran.
Bentuk keempat ialah keadaan dua riwayat itu
sahih, tidak ada penguat (murajjih) bagi salah satu keduanya atas lainnya,
dan tidak pula mungkin menjadikan keduanya sekaligus sebagai Asbab Al- Nuzul
karena waktu peristiwanya jauh berbeda. Penyelesaiannya adalah dengan
menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak Asbab Al-Nuzulnya. Misalnya
hadis yang diriwayatkan Al-Bahaqi dan Al-Bazzar dari Abu Hurairab bahwa Nabi
SAW tegak dekat Hamzah ketika gugur menjadi syahid dan
tubuhnya dicincang. Nabi SAW berkata: “Sungguh saya akan cincang tujuh puluh
orang dan mereka sebagai penggantimu”. Sementara
itu, At-Tirmizi dan Al-Hakirn meriwayatkan dari Ubaiy bin Ka’b. Ia (Ubaiy) berkata: “Tatkala
pada perang Uhud jatuh (korban) dari kaum
Ansar 64 orang dan dari kaum Muhajirin 6 orang
termasuk Hamzah, mereka teraniaya. Maka kaum
Ansar berkata: “Jika kita dapat mengalahkan rnereka pada suatu hari seperti ini.
kita akan melebihkan (jumlah korban) mereka nanti”.[4]
C. Pentingnya Mengetahui Asbab al-Nuzul dalam Memahami Alqur’an
Mempelajari dan mengetahui Sabab Al-Nuzul bagi
turunnya Al-Quran sangat penting. Terutama dalam memahami ayat-ayat yang
menyangkut hukum. Tentang perlunya megetahui Asbab Al-Nuzul, Al-Wahidi berkata”
Tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui
kisahnya dan sebab turun ayat adalah jalan yang kuat dalam memaknai
Al-Qur’an. Ibnu Taimiyah berkata”
Mengetahui sebab turunnya ayat membantu untuk memahami ayat Al-Qur’an. Sebab,
pengetahuan tentang bahaya menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab
turunnya akan berakibat fatal.
Ahmad Khandil kamal menjelaskan bahwa turunnya
ayat-ayat Al-Qur’an melalui 2 cara. Pertama, ayat yang turun sebagai reaksi
terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada Nabi. Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui,
seperti ayat-ayat hukum. Sebab, Sabab
Al-Nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
Kedua, ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau
pertanyaan. Ayat –ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, seperti ayat-ayat yang menyangkut
kisah dalam Al-Qur’an.
Secara terperinci, Al-Zarqani menyebutkan 7
macam kegunaan mengetahui Asbab Al-Nuzul:
1.
Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul membawa kepada pengetahuan
tentang rahasia Allah SWT secara
khusus mensyariatkan Agama-Nya melalui Al-Qur’an. Pengetahuan ini akan
bermanfaat bagi orang mukmin dan orang non mukmin.
2.
Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul
membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
3.
Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul
dapat menolak dugaan adanya Hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya
mengandung Hasr (pembatasan).
4.
Pengetahuan tentang Sabab al-Nuzul dapat mengkhususkan hukum pada
sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah
kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
5.
Dengan mempelajari Sabab Al-Nuzul diketahui
pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung
dalam ayat tersebut sekalipun tentang Mukhasisnya (Yang mengkhususkannya).
6.
Dengan Sabab Al-Nuzul, diketahui orang yang
ayat tertentu turun padanya secara tepat, sehingga tidak terjadi kesamaran bisa
mmembawa kepada penuduhan terhadap orang ang tidak bersalah dan pembebasan bagi
orang yang salah.
7.
Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul
akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat Al-Qur’an serta memperkuat
keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab
turunnya.[5]
D. Kaidah Menetapkan Hukum dikaitkan dengan Sabab
Al-Nuzul
Lafal-lafal
dari riwayat yang shahih tidak selalu berupa nas sarih (pernyataan yang jelas)
dalam menerangkan sebab turunnya ayat. Diantaranya ada yang dengan pernyataan
yang nyata, dan ada pula dengan bahasa yang samar dan kurang jelas maksudnya.
Sebab, mungkin yang dimaksudkan itu adalah sebab turunnya ayat atau hukum yang
terkandung dalam ayat ini.
Apabila
seorang perawi menerangkan dengan lafal/kata “sebab” atau memakai “fa ta’
qibiyah (fa’ huruf yang mempunyai arti “maka/kemudian”), yang masuk ke dalam
materi turunnya ayat, sesudah ia menerangkan suatu peristiwa atau sebuah
pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW. Misalnya ia berkata:
حد ث كذا
اوسئل عليه السلام عن كذا فنزلت اية كذا
Artinya: “Terjadi peristiwa ini atau Nabi ditanya
tentang peristiwa ini, maka turunlah ayat ini”.
Maka yang demikian
merupakan nas/pernyataan yang jelas menunjukkan sebab turunnya ayat itu. Tetapi
apabila perawi menyatakan:
نزل ﻫﻧﻩ الاية في كذا
Artinya: “Ayat ini turun
tentang itu”, maka ibarat ini mengandung dua kemungkinan, yakni: mungkin itu
merupakan sebab turunnya ayat tersebut dan mungkin pula mengandung suatu hukum
dalam ayat itu.
Segolongan ahli hadis memasukkan ibarat (perkataan) semacam itu
kedalam hadis musnad dan hadis marfu’, seperti terdapat pada
ucapan Ibnu Umar tentang firman Allah:
نسا ؤ كم حر ث لكم
Imam Ahmad dan Imam
Muslim, tidak memasukkan ucapan tersebut ke dalam hadis Musnad, tetapi mereka
memandang ucapan tersebut sebagai istidal (memakai ayat itu sebagai dalil untuk
menetapkan suatu hukum). Atau takwil (interpretasi) dari sahabat/Tabi’i
yang bersangkutan. Jadi bukan termasuk riwayat yang
dinukil/dikutip mengenai suatu peristiwa yang telah terjadi.[6]
E. Manfaat mengetahui Asbab Al-Nuzul dalam pendidikan dan
pengajaran
Dalam dunia pendidikan, para pendidik mengalami
banyak kesulitan dalam menggunakan media pendidikan yang tepat untuk
membangkitkan perhatian anak didik supaya jiwa mereka siap untuk menerima
pelajaran dengan minat dan seluruh potensinya agar terdorong untuk mendengarkan
dan mengikuti pelajaran. Tahap pendahuluan dari suatu pembelajaran memerlukan
kecerdasan brilian, ini bertujuan untuk membangkitkan perhatian dan menarik
minat, juga bertujuan memberikan konsepsi menyeluruh mengenai tema pelajaran,
agar pendidik dapat mudah membawa peserta didiknya dari hal-hal yang bersifat
umum kepada yang bersifat khusus. Dan pengetahuan tentang asbabun nuzul
merupakan media yang paling baik untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan
dalam mempelajari al-Qur’anul Karim baik bacaan maupun tafsirannya.
Asbabun nuzul ada kalanya berupa kisah tentang
peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada
Rasulullah untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Al-Qur’an turun
setelah terjadi ataupun sebelum terjadinya masalah tersebut. Seorang pendidik
sebenarnya tidak perlu membuat pengantar pelajaran dengan sesuatu yang baru.
Sebab apabila menyampaikan asbabun nuzul, maka kisahnya itu sudah cukup untuk
membangkitkan perhatian, menarik minat, memusatkan potensi intelektual dan
menyiapkan jiwa anak didik untuk menerima pelajaran.
Kolerasi (Munasabah) antara ayat dengan ayat dan surah dengan
surah seperti halnya pengetahuan tentang asbabun nuzul yang mempunyai pengaruh
dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah
juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat,
sehingga memudahkan pendidik untuk menjelaskan kepada peserta didiknya.
Para pendidik dalam memberikan bimbingan dan
penyuluhannya perlu memanfaatkan konteks asbabun nuzul untuk memberikan
rangsangan kepada anak didik yang tengah belajar dan masyarakat umum untuk
dibimbing. Cara demikian merupakan cara paling efektif untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan dengan menggunakan metode pemberian pengetahuan paling
menarik dan bentuk paling tinggi.[7]
IV.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka pemakalah dapat
menyimpulkan bahwa:
1.
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang
menyebabkan turunnya Al-Qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu
terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada
Nabi untuk diketahui hukumnya.
2.
Ada empat bentuk periwayatan Al-Qur’an. Pertama,
salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih, akan
tetapi salah satunya mempunyai penguat ( murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga,
keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mepunyai penguat (murajjih), akan
tetapi keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak
mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
3.
Mempelajari dan mengetahui Sabab Al-Nuzul bagi
turunnya
Al-Quran sangat penting Sebab, pengetahuan
tentang bahaya menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya akan
berakibat fatal.
4.
Lafal-lafal dari riwayat yang shahih tidak
selalu berupa nas sarih (pernyataan yang jelas) dalam menerangkan sebab
turunnya ayat. Diantaranya ada yang dengan pernyataan yang nyata, dan ada pula
dengan bahasa yang samar dan kurang jelas maksudnya
5.
Para pendidik dalam memberikan bimbingan dan
penyuluhannya perlu memanfaatkan konteks asbabun nuzul untuk memberikan
rangsangan kepada anak didik yang tengah belajar dan masyarakat umum untuk
dibimbing. Cara demikian merupakan cara paling efektif untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan dengan menggunakan metode pemberian pengetahuan paling
menarik dan bentuk paling tinggi
V.
DAFTAR PUSTAKA
Shaleh, K.H. Asbabun Nuzul. C.V Diponegoro. Bandung.
1992
Syadali, Ahmad MA. Ulumul
Qur’an. Pustaka Setia, Bandung, 1997
Abdul Wahid, Ramli. Ulumul Qur’an. Rajawali. Jakarta. 1994
Rofi’I, Ahmad. Ulumul Qur’an.
Bandung Press. Bandung. 1997
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi-Studi Ilmu Qur’an (diterjemahkan
Drs. Mudzakir). Litera Antar Nusa. Bogor.1997
[1] K.H Shaleh,
Asbabun Nuzul, C.V Diponegoro, Bandung, 1992. Hal 49
[2] Ikhsanudin, http://www.ikhsanudin.co.cc/2009/09/makalah-asbabun-nuzul.html, diunduh
pada tanggal 19 april 2011
[3] Drs.
H.Ahmad Syadali MA, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hal.90
[4] Drs. H.
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Rajawali, Jakarta, 1994, hal.37
[5] Drs. H.
Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an, Bandung Press, Bandung, 1997, hal. 112
[6] Ibid.,
hal. 64
[7] Manna
Khalil al-Qattan, Studi-studi Ilmu Qur’an(diterjemahkan Drs. Mudzakir),
Litera antar nusa, Bogor,1997, hal.136
No comments:
Post a Comment