Menu

Thursday, 2 January 2014

asbabun nuzul



I. PENDAHULUAN

Al- Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia kearah  tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Al- Qur’an juga memberitahukan hal atau peristiwa yang telah lalu, kejadian-kejadian sekarang atau serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar Al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah SAW telah menyaksikan banyak peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu. Maka Al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk menjawab pertanyaan yang muncul.

II. RUMUSAN MASALAH

A.    Apakah pengertian Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab Al-Nuzul?
B.     Apakah macam-macam Sabab Al-Nuzul dan contohnya?
C.     Apakah pentingnya mengetahui Asbab Al-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an?
D.    Apakah kaidah menetapkan hukum dikaitkan dengan Asbab Al-Nuzul?
E.     Apakah manfaat mengetahui Asbab Al-Nuzul dalam pendidikan dan pengajaran?








III. PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab Al-Nuzul
Kata “Asbab al-Nuzul” merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut asbab an-nuzul, dalam pemakaiannya ungkapan asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al-wurud secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya Hadist.[1]
Banyak pengertian secara terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya:
·         Menurut Az-Zarqani:
“Asbab an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat Al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
·         Ash-Shabuni:
“Asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
·         Mana’ Al-Qaththan:
“Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
·       Subhi Al-Shalih
“Asbab an-nuzul adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”.[2]
Definisi tersebut diatas memberikan pengertian bahwa sebab turunnya suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Sebab-sebab turunya ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam. Pertama, peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan antara suku Aus dan suku Khazraj. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka berteriak: “senjata, senjata”. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya ayat:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä bÎ) (#qãèÏÜè? $Z)ƒÌsù z`ÏiB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# Nä.rŠãtƒ y÷èt/ öNä3ÏZ»oÿÎ) tûï̍Ïÿ»x. ÇÊÉÉÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian  dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman”( Ali Imran:100)
                         Kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti peristiwa seseorang yang mengimami shalat dengan mabuk sehingga ia bersalah membaca surat Al-Kafirun. Ia baca
ö@è% $pkšr'¯»tƒ šcrãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ I ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ
Dengan tanpa w pada  ßç6ôãr&w. Peristiwa ini menyebabkan turunnya ayat:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß 4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s? ....
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan....( An-Nissa: 43)
Ketiga, peristiwa ini berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-persesuaian (muwafakat) Umar  bin Khatab dengan ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an. Ada beberapa harapan Umar yang dikemukakan kepada nabi Muhammad. kemudian turun ayat-ayat yang yang kandungannya sesuai dengan harapan-harapan Umar. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Annas ra, bahwa Umar berkata:” Aku sepakat dengan Tuhanku :“Aku katakan kepada Rasul, bagaimana sekiranya kita jadikan Makam Ibrahim tempat shalat. maka turunlah ayat:
وا تخذوا من مقا م ا بر هيم مصلي
Adapun sebab- sebab turunnya ayat yang dalam bentuk pertanyaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam. Pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti ayat:
štRqè=t«ó¡our `tã ÏŒ Èû÷ütRös)ø9$# ( ....
Artinya: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain......” ( Al-Kahfi: 83).
Kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti ayat:
štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ̍øBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Al-Isra: 85)
Ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti ayat:
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$­ƒr& $yg9yöãB ÇÍËÈ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang hari kiamat, kapankah terjadinya? (An-Nazi’at: 42)
Ketika Rasulullah SAW ditanya oleh kaum Quraisy tentang ruh, ashabul kahfi, dan zulkarnain Rasulullah menjawab ”Besok akan kuberitahukan kepadamu” tanpa mengucapkan انشاء الله ternyata wahyu terlambat turun sehingga Rasul merasa kesulitan. Kemudian turunlah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Allah berfirman:
Ÿwur £`s9qà)s? >äô($t±Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã$sù šÏ9ºsŒ #´xî ÇËÌÈ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ä.øŒ$#ur š­/§ #sŒÎ) |MŠÅ¡nS ö@è%ur #Ó|¤tã br& Ç`tƒÏôgtƒ În1u z>tø%L{ ô`ÏB #x»yd #Yx©u ÇËÍÈ
Artinya: Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah" dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini".
( QS. Al-Kahfi: 23-24).
Sekalipun ayat-ayat itu menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang terjadi di masa lalu atau yang akan datang, namun kisah-kisah dan hal-hal hari kiamat itu bukan sebab turunya ayat tersebut. Sebab, ayat-ayat ini diturunkan untuk menjadi pelajaran dan cermin perbandingan bagi umat yang membaca atau mendengarnya, dan bukan diturunkan sehubungan dengan peristiwa itu berlangsung atau pertanyaan yang sedang dihadapi Rasulullah SAW.[3]
B.     Macam-macam Sebab al-Nuzul dan contohnya
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, sebab Al-Nuzul dapat dibagi kepada Ta’addud Al-Asbab Wa Al Nazil Wahid( sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu),
Taaddud Al-Nazil Wa Al-Sabab Wahid( ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu).
Ada empat bentuk periwayatan Al-Qur’an. Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih, akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mepunyai penguat (murajjih), akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
Bentuk pertama dapat diselesaikan dengan jalan memilih riwayat yang shahih dan menolak yang tidak shahih. Misalnya, perbedaan yang terjadi antara riwayat Bukhari dan Muslim dan lainnya dari satu pihak dan riwayat At-Tabrani dan Ibnu Abi Syaibah di pihak lain. Bukhari, Muslim dan lainnya meriwayatkan dari Jundab. Ia( Jundab) berkata: “Nabi SAW kesakitan sehingga ia tidak bangun satu atau dua malam. Seorang perempuan datang kepadanya dan berkata: “ Hai Muhammad, saya tidak melihat setanmu kecuali ia telah meninggalkanmu”, maka Allah menurunkan ayat:
4ÓyÕÒ9$#ur ÇÊÈ È@ø©9$#ur #sŒÎ) 4ÓyÖy ÇËÈ $tB y7t㨊ur y7/u $tBur 4n?s% ÇÌÈ
Maksudnya: ketika Turunnya wahyu kepada nabi Muhammad SAW terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata: "Tuhannya (Muhammad) Telah meninggalkannya dan benci kepadanya". Maka turunlah ayat Ini untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu.
AI-Thabrani dan ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Hafsh bin Maisarah dari  ibunya, dari ibunya (Neneknya dari Ibu) dan ibunya ini pembantu Rasul SAW: “Sesungguhnya seekor anak anjing rnemasuki rumah Nabi SAW anak anjing itu masuk ke bawah tempat tidur dan mati, maka selama empat hari Nabi SAW tidak dituruni wahyu.
Dalam hal demikiain menurut Al-Zarqani, kita mendahulukan riwayat yang pertama dalam menerangkan sebab turunnya avat tersebut karena kesahihan riwayatnya dan tidak riwayat yang kedua. Sebab, dalam sanad riwayat kedua terdapat periwayat yang tidak dikenal.
Bentuk kedua ialah keduanya Sahih”. Akan tetapi, salah satu di diantaranya mempunyai penguat (murajiih). Penyelesaiannya adalah dengan cara mengambil yang kuat murajjihnya. Misalnya hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Ibnu Mas’ud.  Ia (Ibnu Mas’ud) berkata: “Saya berjalan bersama Nabi SAW di Madinah dan Ia (Nabi) bertongkatkan pelepah kurma. Ia melewati sekelompok orang Yahudi. Mereka berkata kepada sebagian yang Iainnya: “Coba kamu tanya dia”, maka mereka berkata: “Ceritakan kepada kami tentang ruh”. Nabi terhenti sejenak dan kemudian ia mengangkatkan kepalanya. Saya pun mengerti bahwa Ia dituruni wahyu hingga wahvu itu naik.
Kemidian ia berkata:
قل الروح من امر ر بي و ما او تيتم من العام الا قليلا

At-Tirmidzi meriwayatkan hadis yang disahikannya dari Ibnu Abbas. Ia (Ibnu Abbas) berkata: “Orang-orang Quraisy’ berkata kepada orang-orang Yahudi. “Berikanlah kepada kami sesuatu yang akan kami pertanyakan kepada orang ini (Nabi)”. Mereka berkata “Tanyakanlah kepadanya tentang ruh.
Menurut As-Suyuti dan A1-Zarqani, riwayat yang kedua ini menujukkan bahwa ayat tersebut turun di Mekkah dan sebab turunnya adalah pertanyaan kaum Quraiy. Sedangkan riwayat yang pertama jelas menunjukkan turunnya di Madinah karena sebab turunnva adalah pertanyaan orang-orang Yahudi. Riwayat yang pertamaa ini lebih kuat dari yang kedua.
Bentuk ketiga adalah kesahihan dua riwayat itu sama dan tidak ditemukan penguat (murajjih) bagi salah satu keduanya. Akan tetapi, keduanya dapat dikopromikan. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh A1-Bukhari dari Ibnu Abbas. Bahwa Hilal bin Umayah menuduh isterinya berbuat mesum (qazf) di sisi Nabi dengan Syarik bin Samha.
Nabi berkata: “Bukti atau hukuman (had) atas pundakmu. Ia berkata: “Hai Rasulullah, jika seseorang dari kami mendapati seorang laki-laki bersama isterinva dia harus pergi mencari bukti?” Menurut satu riwayat, ia berkata: Demi Tuhan yang membangkitkanmu dengan kebenaran, sesungguhnya saya benar, dan sesungguhnya Allah akan menurunkan sesuatu (ayat) yang akan membebaskan pundak saya dari hukuman (had). Maka Jibrl pun turun dan menurunkan atas (Nabi):
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ öNßgy_ºurør& óOs9ur `ä3tƒ öNçl°; âä!#ypkà­ HwÎ) öNßgÝ¡àÿRr& äoy»ygt±sù óOÏdÏtnr& ßìt/ör& ¤Nºy»uhx© «!$$Î/   ¼çm¯RÎ) z`ÏJs9 šúüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÏÈ
Artinya:   Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. (An-Nur:6).
Sementara itu, AI-Bukhari dan Muslim (lafal Al-Bukhari) rneriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Uwaimir datang kepada Ashim bin Adiy yang adalah pemimpin Bani Ajlan seraya berkata: “Bagaimana pendapat kamu tentang seseorang yang menemukan isterinya bersama laki-lak lain, Apakah ia bunuh laki-laki itu maka kamu pun membunuhnya, atau bagaimanakah ia bertindak?”. Tanyakanah untuk saya hal yang demikian kepada Rasul SAW. Rasul berkata: “Allah telah menurunkan Al-Quran tentang engkau dan temanmu (isterimu)”. Rasul memerintahkan keduanya untuk melakukan Mula’anah sehingga Uwaimir melakukan Li’an terhadap isterinya.
Kedua riwayat ini sahih dan tidak ada penguat (murajjih) bagi salah satu keduanya atas lainnya. Maka, tidak terdapat kesulitan untuk menjadikan kedua-duanya sebagai sebab turun ayat tersebut karena waktu peristiwanya berhampiran.
Bentuk keempat ialah keadaan dua riwayat itu sahih, tidak ada penguat (murajjih) bagi salah satu keduanya atas lainnya, dan tidak pula mungkin menjadikan keduanya sekaligus sebagai Asbab Al- Nuzul karena waktu peristiwanya jauh berbeda. Penyelesaiannya adalah dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak Asbab Al-Nuzulnya. Misalnya hadis yang diriwayatkan Al-Bahaqi dan Al-Bazzar dari Abu Hurairab bahwa Nabi SAW tegak dekat Hamzah ketika gugur menjadi syahid dan tubuhnya dicincang. Nabi SAW berkata: “Sungguh saya akan cincang tujuh puluh orang dan mereka sebagai penggantimu”. Sementara itu, At-Tirmizi dan Al-Hakirn meriwayatkan dari Ubaiy bin Ka’b. Ia (Ubaiy) berkata: “Tatkala pada perang Uhud jatuh (korban) dari kaum Ansar 64 orang dan dari kaum Muhajirin 6 orang termasuk Hamzah, mereka teraniaya. Maka kaum Ansar berkata: “Jika kita dapat mengalahkan rnereka pada suatu hari seperti ini. kita akan melebihkan (jumlah korban) mereka nanti”.[4]
C.    Pentingnya Mengetahui Asbab al-Nuzul dalam Memahami Alqur’an
Mempelajari dan mengetahui Sabab Al-Nuzul bagi turunnya       Al-Quran sangat penting. Terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut hukum. Tentang perlunya  megetahui Asbab Al-Nuzul, Al-Wahidi berkata” Tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turun ayat adalah jalan yang kuat dalam memaknai Al-Qur’an.  Ibnu Taimiyah berkata” Mengetahui sebab turunnya ayat membantu untuk memahami ayat Al-Qur’an. Sebab, pengetahuan tentang bahaya menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya akan berakibat fatal.
Ahmad Khandil kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an melalui 2 cara. Pertama, ayat yang turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada Nabi. Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui, seperti ayat-ayat hukum. Sebab, Sabab Al-Nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru. Kedua, ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan. Ayat –ayat yang sebab turunnya tidak  harus diketahui, seperti ayat-ayat yang menyangkut kisah dalam Al-Qur’an.
Secara terperinci, Al-Zarqani menyebutkan 7 macam kegunaan mengetahui Asbab Al-Nuzul:
1.    Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia Allah SWT secara khusus mensyariatkan Agama-Nya melalui Al-Qur’an. Pengetahuan ini akan bermanfaat bagi orang mukmin dan orang non mukmin.
2.    Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
3.    Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul dapat menolak dugaan adanya Hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung Hasr (pembatasan).
4.    Pengetahuan tentang Sabab al-Nuzul dapat mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
5.    Dengan mempelajari Sabab Al-Nuzul diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun tentang Mukhasisnya (Yang mengkhususkannya).
6.    Dengan Sabab Al-Nuzul, diketahui orang yang ayat tertentu turun padanya secara tepat, sehingga tidak terjadi kesamaran bisa mmembawa kepada penuduhan terhadap orang ang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang salah.
7.    Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.[5]

D.    Kaidah Menetapkan Hukum dikaitkan dengan Sabab Al-Nuzul
Lafal-lafal dari riwayat yang shahih tidak selalu berupa nas sarih (pernyataan yang jelas) dalam menerangkan sebab turunnya ayat. Diantaranya ada yang dengan pernyataan yang nyata, dan ada pula dengan bahasa yang samar dan kurang jelas maksudnya. Sebab, mungkin yang dimaksudkan itu adalah sebab turunnya ayat atau hukum yang terkandung dalam ayat ini.
Apabila seorang perawi menerangkan dengan lafal/kata “sebab” atau memakai “fa ta’ qibiyah (fa’ huruf yang mempunyai arti “maka/kemudian”), yang masuk ke dalam materi turunnya ayat, sesudah ia menerangkan suatu peristiwa atau sebuah pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW. Misalnya ia berkata:
حد ث كذا اوسئل عليه السلام عن كذا فنزلت اية كذا
Artinya: “Terjadi peristiwa ini atau Nabi ditanya tentang peristiwa ini, maka turunlah ayat ini”.
Maka yang demikian merupakan nas/pernyataan yang jelas menunjukkan sebab turunnya ayat itu. Tetapi apabila perawi menyatakan:
نزل ﻫﻧﻩ الاية في كذا
Artinya: “Ayat ini turun tentang itu”, maka ibarat ini mengandung dua kemungkinan, yakni: mungkin itu merupakan sebab turunnya ayat tersebut dan mungkin pula mengandung suatu hukum dalam ayat itu.
Segolongan ahli hadis memasukkan ibarat (perkataan) semacam itu kedalam hadis musnad dan hadis marfu’, seperti terdapat pada ucapan Ibnu Umar tentang firman Allah:
نسا ؤ كم حر ث لكم
Imam Ahmad dan Imam Muslim, tidak memasukkan ucapan tersebut ke dalam hadis Musnad, tetapi mereka memandang ucapan tersebut sebagai istidal (memakai ayat itu sebagai dalil untuk menetapkan suatu hukum). Atau takwil (interpretasi) dari sahabat/Tabi’i yang bersangkutan. Jadi bukan termasuk riwayat yang dinukil/dikutip mengenai suatu peristiwa yang telah terjadi.[6]
E.     Manfaat mengetahui Asbab Al-Nuzul dalam pendidikan dan pengajaran
Dalam dunia pendidikan, para pendidik mengalami banyak kesulitan dalam menggunakan media pendidikan yang tepat untuk membangkitkan perhatian anak didik supaya jiwa mereka siap untuk menerima pelajaran dengan minat dan seluruh potensinya agar terdorong untuk mendengarkan dan mengikuti pelajaran. Tahap pendahuluan dari suatu pembelajaran memerlukan kecerdasan brilian, ini bertujuan untuk membangkitkan perhatian dan menarik minat, juga bertujuan memberikan konsepsi menyeluruh mengenai tema pelajaran, agar pendidik dapat mudah membawa peserta didiknya dari hal-hal yang bersifat umum kepada yang bersifat khusus. Dan pengetahuan tentang asbabun nuzul merupakan media yang paling baik untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam mempelajari al-Qur’anul Karim baik bacaan maupun tafsirannya.
Asbabun nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Al-Qur’an turun setelah terjadi ataupun sebelum terjadinya masalah tersebut. Seorang pendidik sebenarnya tidak perlu membuat pengantar pelajaran dengan sesuatu yang baru. Sebab apabila menyampaikan asbabun nuzul, maka kisahnya itu sudah cukup untuk membangkitkan perhatian, menarik minat, memusatkan potensi intelektual dan menyiapkan jiwa anak didik untuk menerima pelajaran.
Kolerasi (Munasabah)  antara ayat dengan ayat dan surah dengan surah seperti halnya pengetahuan tentang asbabun nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat, sehingga memudahkan pendidik untuk menjelaskan kepada peserta didiknya.
Para pendidik dalam memberikan bimbingan dan penyuluhannya perlu memanfaatkan konteks asbabun nuzul untuk memberikan rangsangan kepada anak didik yang tengah belajar dan masyarakat umum untuk dibimbing. Cara demikian merupakan cara paling efektif untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dengan menggunakan metode pemberian pengetahuan paling menarik dan bentuk paling tinggi.[7]






















IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka pemakalah dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi untuk diketahui hukumnya.
2.      Ada empat bentuk periwayatan Al-Qur’an. Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih, akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mepunyai penguat (murajjih), akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
3.    Mempelajari dan mengetahui Sabab Al-Nuzul bagi turunnya      
Al-Quran sangat penting Sebab, pengetahuan tentang bahaya menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya akan berakibat fatal.
4.      Lafal-lafal dari riwayat yang shahih tidak selalu berupa nas sarih (pernyataan yang jelas) dalam menerangkan sebab turunnya ayat. Diantaranya ada yang dengan pernyataan yang nyata, dan ada pula dengan bahasa yang samar dan kurang jelas maksudnya
5.           Para pendidik dalam memberikan bimbingan dan penyuluhannya perlu memanfaatkan konteks asbabun nuzul untuk memberikan rangsangan kepada anak didik yang tengah belajar dan masyarakat umum untuk dibimbing. Cara demikian merupakan cara paling efektif untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dengan menggunakan metode pemberian pengetahuan paling menarik dan bentuk paling tinggi



V. DAFTAR PUSTAKA

Shaleh,  K.H.  Asbabun Nuzul. C.V Diponegoro. Bandung. 1992
Syadali, Ahmad  MA. Ulumul Qur’an. Pustaka Setia, Bandung, 1997
Abdul Wahid, Ramli. Ulumul Qur’an. Rajawali. Jakarta. 1994
Rofi’I, Ahmad. Ulumul Qur’an.  Bandung Press. Bandung. 1997
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi-Studi Ilmu Qur’an (diterjemahkan Drs. Mudzakir). Litera Antar Nusa. Bogor.1997


[1] K.H Shaleh, Asbabun Nuzul, C.V Diponegoro, Bandung, 1992. Hal 49
[2] Ikhsanudin,  http://www.ikhsanudin.co.cc/2009/09/makalah-asbabun-nuzul.html, diunduh pada tanggal 19 april 2011
[3] Drs. H.Ahmad Syadali MA, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hal.90
[4] Drs. H. Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Rajawali, Jakarta, 1994, hal.37
[5] Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an, Bandung Press, Bandung, 1997, hal. 112
[6] Ibid., hal. 64
[7] Manna Khalil al-Qattan, Studi-studi Ilmu Qur’an(diterjemahkan Drs. Mudzakir), Litera antar nusa, Bogor,1997, hal.136

No comments:

Post a Comment